M. Rezki Andhika, S.Pd., M.Pd.I
M. Rezki Andhika, S.Pd., M.Pd.I (Ketua Prodi PGMI STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh)
Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) Aceh ke-37 yang digelar di Pidie Jaya pada 1–8 November 2025 bukan hanya ajang keagamaan yang meriah, tetapi juga momentum penting untuk memperkuat nilai-nilai Qur’ani dalam sistem pendidikan Islam di Aceh. Di tengah perubahan sosial dan tantangan global, MTQ mengingatkan kita pada peran sentral Al-Qur’an sebagai pedoman hidup sekaligus fondasi pembentukan karakter bangsa.
Selama ini, sebagian masyarakat masih memandang MTQ sebatas perlombaan membaca Al-Qur’an dengan suara indah dan tajwid yang tepat. Padahal, esensinya jauh lebih luas. MTQ merupakan sarana pendidikan akhlak, pembinaan karakter, dan penguatan spiritualitas umat. Dalam konteks pendidikan, kegiatan ini menanamkan nilai-nilai kedisiplinan, ketekunan, dan penghargaan terhadap ilmu. Para peserta tidak hanya dituntut membaca Al-Qur’an dengan benar, tetapi juga memahami kandungannya dan menjadikannya pedoman perilaku.
Dari sinilah MTQ dapat menjadi refleksi bagi dunia pendidikan Islam, khususnya bagi para guru madrasah ibtidaiyah, untuk meninjau kembali pendekatan pembelajaran yang digunakan. Guru agama memiliki peran penting sebagai pembimbing moral dan pembentuk karakter Qur’ani bagi siswa. Namun dalam praktiknya, pembelajaran agama masih sering berhenti pada aspek kognitif—hafalan ayat, hukum, dan teori—tanpa menggugah kesadaran dan penghayatan peserta didik terhadap nilai-nilai Al-Qur’an.
Semangat MTQ seharusnya mendorong guru berinovasi dalam mengajar. Di era digital, teknologi informasi bisa dimanfaatkan untuk menarik minat siswa dalam belajar agama. Video tilawah, aplikasi pembelajaran interaktif, dan media sosial dapat menjadi sarana efektif menanamkan nilai Qur’ani dengan cara yang lebih kontekstual dan menyenangkan. Guru juga perlu menghadirkan kisah-kisah Qur’ani yang relevan dengan kehidupan anak, seperti kejujuran Nabi Yusuf atau semangat belajar Nabi Musa, agar nilai moral lebih mudah diinternalisasi.
Revitalisasi pendidikan agama Islam berarti menghidupkan kembali semangat Al-Qur’an sebagai sumber inspirasi dalam proses belajar. Pendidikan Qur’ani tidak hanya menumbuhkan kecerdasan intelektual, tetapi juga spiritual dan emosional. Lembaga pendidikan Islam harus menjadi tempat lahirnya generasi yang berilmu, berakhlak, dan berkomitmen pada nilai-nilai keadilan, kemanusiaan, dan kebenaran.
Paradigma baru perlu dibangun: belajar Al-Qur’an bukan sekadar kewajiban ritual, melainkan kebutuhan moral dan sosial untuk menghadapi tantangan modernitas. Anak-anak harus dibimbing untuk memahami bahwa membaca Al-Qur’an juga berarti memahami kehidupan—menafsirkan nilai kejujuran, tanggung jawab, dan empati yang terkandung di dalamnya.
Tugas besar ini tidak bisa diserahkan kepada guru semata. Diperlukan sinergi antara pemerintah, lembaga pendidikan, masyarakat, dan keluarga dalam membangun ekosistem pendidikan Qur’ani yang berkelanjutan. Kementerian Agama dapat memperkuat pelatihan bagi guru agar mereka mampu mengajar dengan metode yang kreatif dan relevan dengan perkembangan zaman.
Madrasah dan perguruan tinggi Islam juga harus menjadi laboratorium pendidikan Qur’ani yang aktif dan dinamis. Mahasiswa calon guru—seperti di Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI)—perlu dipersiapkan tidak hanya dengan keterampilan pedagogik, tetapi juga dengan semangat dakwah dan tanggung jawab moral. Mereka akan menjadi garda terdepan yang meneruskan semangat MTQ di ruang-ruang kelas seluruh Aceh.
Masyarakat pun memiliki tanggung jawab penting. Budaya literasi Al-Qur’an perlu ditumbuhkan di rumah dan lingkungan sekitar. Orang tua hendaknya memberi teladan dalam membaca dan mengamalkan Al-Qur’an agar anak-anak tumbuh dalam suasana yang religius dan penuh keteladanan.
Lebih jauh, MTQ dapat dimaknai sebagai gerakan kultural untuk memperkuat peradaban Qur’ani di Aceh. Ia tidak hanya menampilkan keindahan suara dan bacaan, tetapi juga memperkuat nilai-nilai moral, sosial, dan pendidikan yang berpijak pada wahyu.
MTQ Aceh ke-37 diharapkan menjadi titik balik untuk memperkuat visi pendidikan Islam di Serambi Mekkah—yakni pendidikan yang menyeimbangkan ilmu dan iman, logika dan spiritualitas. Kegiatan ini menjadi pengingat bahwa kemajuan tidak hanya diukur dari aspek teknologi dan materi, tetapi juga dari sejauh mana masyarakat berpegang pada nilai-nilai ilahi yang menuntun kehidupan bersama.
Dengan demikian, MTQ tidak hanya menjadi ajang lomba, tetapi juga wadah pembelajaran sosial dan spiritual. Melalui kegiatan ini, diharapkan lahir generasi Qur’ani yang cerdas, berakhlak, dan berkomitmen membangun Aceh dengan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Dipublikasi pada Senin, 03 November 2025 di Kota Meulaboh